
robantv.co.idIJakarta–Bayangkan sebuah desa kecil di lereng pegunungan, di mana masyarakatnya mulai merancang masa depan mereka sendiri—membangun jalan, mendirikan BUM Desa, hingga menyusun data pembangunan dengan akurat. Semua itu kini bukan lagi angan-angan. Hadirnya Peraturan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2025 membawa angin segar: desa bukan lagi objek pembangunan, melainkan pelaku utama.
Peraturan ini bukan sekadar tumpukan dokumen hukum. Ia adalah peta jalan baru menuju desa yang mandiri, adil, dan lestari. Dengan tajuk resmi Pedoman Umum Pendampingan Masyarakat Desa, aturan ini menjadi jawaban atas dinamika desa yang terus berubah.
“Ini bukan sekadar regulasi. Ini tentang kepercayaan kepada masyarakat desa bahwa mereka mampu merancang dan mengelola masa depannya sendiri,” ujar Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Pendampingan Bukan Sekadar Bimbingan—Ini Revolusi Sosial!
Peraturan ini menggariskan peran baru para pendamping desa: dari yang dulu bersifat administratif menjadi penggerak perubahan sosial. Mereka hadir bukan untuk memerintah, tetapi untuk memfasilitasi, mendengarkan, dan mengangkat potensi lokal.
Mulai dari Pendamping Lokal Desa, hingga Tenaga Ahli Pusat, mereka menjadi jembatan antara kebijakan dan realita di lapangan. Setiap hari, mereka mencatat perkembangan di aplikasi, mendampingi warga dalam musyawarah, bahkan memfasilitasi kerja sama antar-desa.
Lebih dari itu, mereka membawa semangat baru: bahwa setiap warga desa punya suara, dan setiap suara penting untuk kemajuan bersama.
Pembangunan ala Desa: Adil, Inklusif, dan Hijau
Tak hanya soal infrastruktur atau ekonomi, Permen ini menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keseimbangan alam. Pendampingan harus dilakukan dengan menghormati keberagaman budaya, menjunjung nilai gotong royong, serta memastikan pembangunan tak merusak lingkungan.
Bahkan prinsip kebhinekaan dan keseimbangan alam dimasukkan sebagai pilar dalam pendampingan. Ini menjadi bukti bahwa pembangunan desa tidak boleh melupakan akar budaya dan kearifan lokal.
Dana Ada, Aksi Nyata!
Tak kalah penting, pendanaan dijamin dari APBN, APBD, dan sumber sah lainnya. Pemerintah daerah kini juga bisa merekrut pendamping secara mandiri, memastikan kebutuhan lokal terpenuhi secara cepat dan tepat.
Dengan sistem informasi desa yang terintegrasi, laporan harian kini bukan beban, tapi alat kendali mutu. Semua ini demi memastikan bahwa setiap rupiah dan waktu yang dihabiskan benar-benar berdampak nyata.
Warga Bicara: “Kami Tak Lagi Sekadar Penonton”
Sulastri, warga Desa Karangwuni, Yogyakarta, mengaku senang dengan arah baru ini. “Dulu kami hanya diberi tahu, sekarang kami diajak bicara. Bahkan bisa ikut merancang kegiatan desa. Rasanya seperti punya saham di masa depan,” katanya.
Itulah semangat dari peraturan ini: mengajak masyarakat desa naik ke panggung utama pembangunan nasional.
Bukan Akhir, Tapi Awal Perjalanan
Dengan berlakunya Permen Desa No. 3 Tahun 2025 ini, pemerintah ingin membuka lembaran baru pembangunan desa. Bukan pembangunan top-down, tapi model yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama.
Karena pada akhirnya, membangun Indonesia tidak cukup dari kota ke desa. Tapi justru dari desa ke seluruh penjuru negeri. (Ham/red)