Robantv.co.idISemarang—Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait potensi cuaca ekstrem yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di Provinsi Jawa Tengah.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa wilayah ini harus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga Februari 2025.
Dalam rapat koordinasi bersama Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, Dwikorita mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi yang terjadi tidak merata, melainkan berlangsung bertahap sejak November 2024 hingga Februari 2025. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya bencana seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang, sebagaimana yang terjadi di Pekalongan beberapa waktu lalu.
Fenomena Alam Penyebab Cuaca Ekstrem
BMKG menjelaskan bahwa intensitas hujan tinggi di Jawa Tengah dipengaruhi oleh berbagai faktor atmosfer global, seperti La Nina lemah, Monsun Asia, serta fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO). Selain itu, gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby turut memperkuat potensi cuaca ekstrem.
Tidak hanya itu, pengaruh fenomena astronomis seperti fase bulan baru juga menyebabkan peningkatan curah hujan, angin kencang, dan gelombang tinggi di kawasan pesisir. Kelembapan udara yang sangat tinggi serta aktivitas konvektif lokal turut memicu terbentuknya awan hujan yang dapat menyebabkan curah hujan ekstrem.
Daerah Rawan dan Langkah Antisipasi
Data BMKG menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Jawa Tengah sudah memasuki musim hujan sejak Desember 2024. Beberapa daerah yang berisiko tinggi mengalami bencana hidrometeorologi, antara lain Pekalongan, Batang, dan Boyolali. Kabupaten Boyolali menjadi perhatian khusus karena berada di jalur sungai lereng Gunung Merbabu yang rentan terhadap banjir bandang dan tanah longsor.
Untuk mengantisipasi potensi bencana, BMKG bersama pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya mitigasi. Langkah-langkah yang diambil meliputi pemetaan jalur evakuasi, peningkatan sistem drainase di daerah rawan longsor, serta sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat desa.
Selain itu, BMKG juga menyoroti potensi banjir rob yang dapat melanda kawasan pesisir utara dan selatan Jawa Tengah. Masyarakat di wilayah pesisir diimbau untuk tidak melakukan aktivitas di sekitar pantai saat terjadi pasang tinggi atau gelombang besar.
Teknologi Modifikasi Cuaca dan Peran Masyarakat
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menyebutkan bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) kemungkinan akan kembali diterapkan untuk mengurangi dampak hujan ekstrem. Sebelumnya, metode ini telah berhasil digunakan di beberapa wilayah guna menekan intensitas hujan dan meminimalkan risiko banjir.
BMKG juga terus memperbarui data wilayah yang berisiko terdampak bencana agar masyarakat dapat bersiap lebih dini. Informasi ini bisa diakses melalui kanal resmi BMKG, seperti situs web, aplikasi InfoBMKG, serta media sosial.
Dwikorita menambahkan bahwa masyarakat perlu mengenali tanda-tanda awal bencana, seperti retakan tanah, rembesan air dari lereng, atau pohon yang mulai miring. Jika tanda-tanda ini muncul, masyarakat diimbau segera meninggalkan lokasi rawan dan melapor kepada pihak berwenang.
“Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan masyarakat. Informasi yang kami sampaikan ini bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga agar masyarakat bisa mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi bencana,” pungkas Dwikorita. (Hamdi)