
Mengapa Kembalinya dan bukan berdirinya?
Sebab tanggal 8 April 1966 adalah hari Kembalinya Kabupaten Batang setelah sebelumnya pernah bergabung dengan Kabupaten Pekalongan. Adapun berdirinya Kabupaten Batang sebemarnya adalah pada tahun 1614 saat pemerintahan Mataram Islam di bawah kekuasaan Sultan Agung Hanyakarakusuma.
Maka untuk memahami sejarah pemerintahan kabupaten Batang, dibagi dalam 3 fase yakni :
Fase Pertama (1614-1935)
Dimulai dari berdirinya pertama kali pemerintahan Kadipaten Batang yakni pada tahun 1614 sampai dengan 31 Desember 1935. Kadipaten Batang didirikan perrama kali oleh Pangeran Mandurorejo yang sekaligus sebagai Adipati pertama. Selanjutnya, pada tahun 1622 beliau mendirikan Kadipaten Pekalongan dan menjadi Adipati pertamanya. Adapun Kadipaten Batang diserahkan kepada saudaranya, Pangeran Uposonto.
Adapun nama-nama Adipati atau Bupati di fase ini ada 23 orang yakni :
- Pangeran Mandurorejo (1614 – 1622) yang kemudian mendirikan Kab Pekalongan dan menjadi Adipati pertama (1622-1628)
- Pangeran Uposonto/Ki Gedhe Batang (1622 – 1628)
- Kanjeng Ratu Batang/ Sri Ratu Batang Putri dari Pangeran Uposonto yang dipersunting Sultan Agung Hanyakrakusumo.
- R Ng. Mangundirdjo ( 1665 )
- KRT. Wongsoprodjo I ( ? )
- KRT. Wongsoprodjo II ( ? )
- KRT. Pusponegoro I ( ? )
- KRT. Pusponegoro II ( ? )
- KRT. Adinegoro ( 1724 )
- KRT. Cokrodjoyo II ( 1751 )
- R.Ng. Surodirdjo ( ? )
- KRT. Wiryodinegoro I ( ? )
- KRT .Ronodiwiryo ( ? )
- KRT. Ronodiwiryo II ( ? )
- KRT. Djayengrana III ( 1807 )
- KRT. Suroadiningrat I / Sedhorawuh
( 1809 – 1812 ) - KPA. Suroadingrat II ( 1813 – 1836 )
- KRT. Djayengrana IV ( ? )
- RAA. Pupodibingrat ( ? )
- KRT. Suroadiningrat III ( ? )
- KRT. Notodiningrat ( 1872 – 1885 )
- RAA. Suryodiningrat ( 1886 – 1912 )
- RAA. Aryo Dipokusumo ( 1913 – 31 Desember 1935.
Fase pertama ini Kadipaten Batang berdiri sebagai pemerintahan tersendiri selama kurun 321 tahun. Telah mengalami beberapa era kekuasaan, sejak Mataram Islam, kemudian di aneksasi VOC dan berlanjutbdi bawah kekuasaan Hindia Belanda.
Fase Kedua (1 Januari 1936 s.d 8 April 1966)
Berdasarkan Staatblad nomor 732 Tahun 1935 tertanggal 31 Desember 1935, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan Kabupaten Batang dengan Kabupaten Pekalongan dengan alasan efisiensi.
Dengan demikian, selama 30 tahun Kabupaten Batang yang pernah eksis sebagai Kabupaten mandiri selama kurun 321 tahun harus terhapus.
Penggabungan ini sepenuhnya merupakan kebijakan Pemerintah Kolonial. Adapun masyarakan sama sekali tidak menerimanya. Kekecewaan masyarakat Batng telah memunculkan letupan2 kritis kepda pemerintah kolonial. Namun krlarena suasana penjajahan yang sangat represif, hingga upaya memperjuangkan pendirian kembali tidak banyak bisa dilakukan.
Baru ketika era kemerdekaan RI, keinginan untuk memisahkan kembali dari Kabupaten Pekalongan semakin kuat dan mendapat angin segar.
Berawal tahun 1946, gagasan untuk menuntut kembalinya status Kabupaten Batang muncul menguat. Ide pertama lahir dari Pak Mohari yang disalurkan melalui sidang KNI Daerah dibawah pimpinan H.Ridwan alm. Sidang bertempat di gedung bekas rumah Contrader Belanda (Komres Kepolisian 922).
Selanjutnya pada 1952, terbentuk Panitia yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Batang. Panitia ini dinamakan Panitia Pengembalian Kabupaten Batang, yang bertugas menjalankan amanat masyarakat Batang. Susunan panitianya terdiri atas RM Mandojo Dewono (Direktur SGB Batang) sebagai Ketua, R. Abutalkah dan R. Soedijono (anggota DPRDS Kabupaten Pekalongan) sebagai Wakil Ketua. Panitia juga dilengkapi dengan dua anggota yaitu R. Soenarjo (anggota DPRDS yang juga Kepala Desa Kauman) dan Rachmat (anggota DPRDS).
Pada 1953, Panitia menyampaikan Surat Permohonan terbentuknya kembali status Kabupaten Batang lengkap satu berkas, yang langsung diterima oleh Presiden Soekarno pada saat mengadakan peninjauan daerah dan menuju ke Semarang dengan jawaban akan diperhatikan.
Tahun 1955, Panitia mengutus delegasi ke pemerintah pusat, yang terdiri atas RM Mandojo Dewono, R.Abutalkah, dan Sutarto (dari DPRDS).
Tahun 1957, dikirim dua delegasi lagi. Delegasi I, terdiri atas M. Anwar Nasution (wakil ketua DPRDS), R.Abutalkah, dan Rachmat (Ketua DPRD Peralihan). Sedangkan delegasi II dipercayakan kepada Rachmat (Kepala Daerah Kabupaten Pekalongan), R.Abutalkah, serta M.Anwar Nasution.
Selanjutnya, pada 1962, mengirimkan utusan kembali. Utusan tersebut terdiri atas M. Soenarjo (anggota DPRD Kabupaten Pekalongan dan juga Wedana Batang) sebagai ketua, sebagai pelapor ditetapkan Soedibjo (anggota DPRD), serta dibantu oleh anggota yaitu H. Abdullah Maksoem dan R. Abutalkah.
Untuk semakin menguatkan perjuangan, Pada 1964, dikirim empat delegasi. Delegasi I, ketuanya dipercayakan R. Abutalkah, sedang pelapor adalah Achmad Rochaby (anggota DPRD). Delegasi ini dilengkapi lima orang anggota DPRD Kabupaten Pekalongan, yaitu Rachmat, R. Moechjidi, Ratam Moehardjo, Soedibjo, dan M. Soenarjo.
Delegasi II, susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I tersebut, sebelum menyampaikan tuntutan rakyat Batang seperti pada delegasi-delegasi terdahulu, yaitu kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta diawali penyampaian tuntutan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah di Semarang.
Delegasi III, yang juga susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I dan II kembali mengambil langkah menyampaikan tuntutan rakyat Batang langsung kepada Mendagri. Sedang Delegasi IV mengalami perubahan susunan keanggotaan. Dalam delegasi ini sebagai ketua R. Abutalkah, sebagai wakil ketua Rachmat, sedangkan sebagai pelapor adalah Ratam Moehardjo, Ahmad Rochaby sebagai sekretaris I, R. Moechjidi sebagai sekretaris II serta dilengkapi anggota yaitu Soedibjo dan M. Soenarjo.
Sebagai puncak perjuangan, pada 1965, diutus delegasi terakhir. Sebagai ketua R. Abutalkah, wakil ketua Rachmat, sekretaris I Achmad Rochaby, sekretaris II R. Moechjidi, pelapor Ratam Moehardjo serta dilengkapi dua orang anggota yaitu M. Soenarjo dan Soedibjo. Delegasi terakhir atau kesepuluh itu, memperoleh kesempatan untuk menyaksikan sidang paripurna DPR GR dalam acara persetujuan dewan atas Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Pemerintah Kabupaten Batang menjadi Undang-undang. Akhirnya, berhasillah perjuangan masyarakat Batang dengan ditetapkannya Rancangan UU itu menjadi Undang-undang.
Fase Ketiga (8 April 1966 s.d sekarang)
Setelah melewati perjuangan panjang, akhirnya Berdasarkan UU Nomor 9 tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 52 tanggal 14 Juni 1965) Kabupaten Batang resmi berdiri kembali. Kemudian, dikuatkan dengan terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 tahun 1965 tanggal 14 Juli 1965.
Mengingat masih dalam kondisi Gestapu, maka regulasi ini tidak langsung dapat diterapkan.
Baru setahun kemudian, tepatnya pada hari Jum’at Kliwon tanggal 8 April 1966 deklarasi Pembentukan Kembali Kabupaten Batang. Upacara berlangsung khidmat dihadiri langsung oleh Gubernur Kepala Daerah Profinsi Jawa Tengah saat itu, yakni Brigjen (Tit) KKO-AL Mochtar.
Adapun yang dilantik sebagai Bupati Pertama Fase ini adalah R Sadi Poerwopranoto.
Adapun nama2 Bupati sejak kembalinya Kabupaten Batang adalah :
- R Sadi Poerwopranoto (1966-1967)
- R Harjo Pradjodirdjo (1967-1972)
- Drs. Soejitno (1972-1979)
- Drs. Soekirdjo (1979-1988)
- Drs. Soehoed (1988-1993)
- Moeslich Effendi, SH (1993-1998)
- Djoko Poernomo, SH., MM (1998-2001)
- Bambang Bintoro (Bupati) dan Achfa Machfudz (Wakil) (2002-2012)
- H Yoyok Riyosudibyo (Bupati) dan H Soetadi, SH, MM(Wakil) (2012-2017)
- Siswo Laksono, SH. M.Kn sbg Pj Bupati (2017)
- Dr H. Wihaji, S.Ag, M.Pd (Bupati) dan Suyono, S.IP., M.Si (Wakil) (2017-2022)
- Dra. Hj Lani Dwirejeki MM sbg Pj Bupati (2022-2024).
- H. M. Faiz Kurniawan, SH., MH. (Bupati) dan H Suyono, S.IP., M.Si (Wabub)(2024 – 2029).
Demikian ringkasan dari perjalanan panjang Kabupaten Batang yang hari ini diperingati sebagai HARI KEMBALINYA ke-59 (8 April 1966 – 8 April 2025). (Tim Ekspedisi Sejarah Batang/Ham)