
Robantv.co.idI Jakarta- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, di tengah pusaran data dan kebijakan fiskal, membuka sebuah kotak Pandora sejarah—rahasia di balik kekuasaan Presiden Soeharto yang membentang selama 32 tahun. Bukan semata kekuatan militer atau konsolidasi politik, menurut Purbaya, stabilitas harga, utamanya inflasi, adalah kunci fundamental yang menjaga rezim tersebut tetap berdiri tegak.

Purbaya dengan tajam mengingatkan bahwa inflasi—kenaikan harga barang dan jasa yang terus-menerus dan mengikis daya beli uang—bukan sekadar indikator ekonomi, melainkan fondasi bagi stabilitas sosial dan politik yang tak tergoyahkan.
“Inflasi itu bisa menjaga stabilitas sosial politik. Jadi salah satu rahasia kenapa Pak Harto bisa bertahan 32 tahun adalah beliau bisa menjaga stabilitas harga beras utamanya, [komoditas] yang lain akan ikut harga beras,” ungkap Purbaya dalam sebuah pertemuan di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Pernyataan ini menyingkap narasi yang lebih mendalam: di Indonesia, isu “perut” adalah isu politik tertinggi. Soeharto, yang memimpin sejak 1967 hingga lengser di tengah badai krisis dan tekanan publik pada 1998, ternyata memegang kendali bukan hanya di Istana, melainkan juga di dapur-dapur rakyat. Kemampuan Orde Baru untuk memastikan harga pangan pokok tetap terjangkau, terutama beras, secara efektif meredam potensi gejolak sosial yang mengancam stabilitas politik.
Perut Rakyat sebagai ‘Alat Politik Utama’
Analisis Purbaya tidak berhenti di masa lalu. Ia menegaskan bahwa prinsip ini tetap relevan, bahkan menjadi kunci popularitas bagi pemimpin daerah di era demokrasi saat ini. Ia menyimpulkan dengan lugas:
“Kalau bapak ibu bisa menangani harga di daerah, hampir pasti bisa kepilih lagi tanpa embel-embel yang lain. Jadi, perut masih merupakan alat politik utama di Indonesia.”
Ini adalah sebuah realitas politik yang keras namun jujur: di tengah hingar-bingar janji kampanye dan program ambisius, kendali atas harga di pasar tradisional jauh lebih menentukan elektabilitas seorang pemimpin ketimbang retorika tinggi. Stabilitas harga adalah barometer kepercayaan rakyat yang paling sensitif.
Inflasi: Kunci Pembuka Gerbang Pertumbuhan Ekonomi
Lebih jauh, Menkeu Purbaya menyoroti dimensi ekonomi makro yang tak kalah dramatis. Pengendalian inflasi yang ketat menjadi pendorong utama bagi Bank Indonesia (BI) untuk mengambil keputusan moneter yang menguntungkan dunia usaha.
Ia menjelaskan korelasi mendasar antara inflasi dan suku bunga acuan: BI, sebagai bank sentral, cenderung menetapkan suku bunga acuannya beberapa persen di atas tingkat inflasi. “Kalau inflasinya misalnya 7, dia bunga acuannya bisa 8 atau lebih sedikit,” ujarnya. Implikasinya, suku bunga pinjaman oleh perbankan akan melonjak jauh lebih tinggi.
Namun, skenarionya berbalik jika inflasi dapat dijinakkan dan dijaga stabil.
“Kalau inflasi bisa terus-terusan 2,5, BI harus dipaksa pelan-pelan menurunkan bunga acuannya ke 3,5. Harusnya bunga pinjaman juga turun mungkin ke 7 atau lebih rendah lagi,” kata Purbaya, melukiskan visi pertumbuhan yang lebih cepat.
Penurunan suku bunga pinjaman adalah darah segar bagi dunia usaha. Dengan biaya modal yang lebih murah, investasi akan bergairah, penciptaan lapangan kerja meningkat, dan pertumbuhan ekonomi nasional akan terakselerasi. Purbaya bahkan menarik perbandingan tajam dengan negara tetangga: “di Malaysia bunga pinjaman paling 5 persen.” Inflasi yang terkendali adalah tiket Indonesia untuk dapat bersaing setara dengan rival regionalnya.
Pesan Menkeu Purbaya sangat jelas dan menggema: menjaga inflasi tetap stabil bukan hanya tugas teknokratis semata. Ini adalah mandat politik yang menentukan stabilitas sosial, kunci keberlanjutan kepemimpinan, sekaligus katalisator utama yang dapat mendongkrak daya saing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pengendalian harga adalah pertaruhan nasib bangsa, dari meja makan rakyat hingga panggung global.(Ham/red)