Nasional Pemerintahan
Beranda / Pemerintahan / Polemik Soal “Ahli Gizi” di Program MBG, BGN Luruskan Pernyataan Waka DPR RI‎

Polemik Soal “Ahli Gizi” di Program MBG, BGN Luruskan Pernyataan Waka DPR RI‎

1756095623 5000x3333

ROBANTV.CO.ID | JAKARTA – Polemik mengenai kebutuhan tenaga ahli gizi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencuat setelah pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, viral di media sosial. Pernyataan itu memantik reaksi luas dari kalangan profesional gizi hingga pemerintah, sehingga Badan Gizi Nasional (BGN) merasa perlu memberi penjelasan resmi.

‎Kepala BGN, Dadan Hindayana, memastikan bahwa keberadaan sarjana gizi tetap menjadi prioritas dalam setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mendukung pelaksanaan MBG. Menurutnya, prinsip awal program tersebut memang mengharuskan adanya tenaga yang memiliki kompetensi gizi untuk menjamin kualitas menu serta standar pemenuhan nutrisi.

‎Namun, Dadan mengakui bahwa jumlah sarjana gizi belum mencukupi kebutuhan nasional. Karena itu, BGN tengah menyiapkan opsi sementara, yaitu membuka peluang bagi lulusan lain yang memiliki pengetahuan dasar terkait gizi—seperti sarjana kesehatan masyarakat atau teknologi pangan—untuk memperkuat layanan di lapangan. “Program harus tetap berjalan, sementara kompetensi tetap harus dijaga,” ujarnya.

‎Pernyataan Cucun sebelumnya muncul dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi IX DPR dan BGN. Dalam forum itu muncul usulan untuk menghapus frasa “ahli gizi” dalam struktur program. Menanggapi hal tersebut, Cucun sempat menyampaikan bahwa jika istilah itu dihilangkan maka posisi terkait bisa diganti oleh profesi lain. Ucapan itu kemudian menimbulkan respons keras dari komunitas ahli gizi.

‎Usai polemik melebar, Cucun menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui media sosial. Ia juga bertemu dengan perwakilan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan BGN untuk meluruskan maksud pernyataannya. Menurutnya, tidak ada niat merendahkan profesi ahli gizi; yang ia soroti hanyalah dinamika teknis di lapangan.

‎Di tengah kontroversi ini, BGN menekankan bahwa kolaborasi tetap menjadi kunci. Program MBG membutuhkan dukungan dari seluruh elemen, baik tenaga profesional gizi maupun SDM lain yang relevan, agar standar pelayanan tetap terjaga meski menghadapi keterbatasan personel. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Profil | Redaksi | Pedoman Media Siber | Perlindungan Profesi Wartawan| Kode Etik Jurnalistik| Kebijakan Privasi