ROBANTV.CO.ID | BATANG – Dibalik gemuruh stadion dan sorak penonton, ada kisah yang jarang terlihat. Kisah tentang dua tim besar yang beberapa tahun lalu diragukan, dihantam kritik, dan nyaris kehilangan jati diri. Tapi malam itu, malam ketika peluit panjang berakhir di laga terakhir kualifikasi, Jerman dan Belanda berdiri tegak. Mereka tidak hanya menang, mereka kembali menemukan diri mereka.
Der Panzer pernah menjadi simbol keteguhan: disiplin, presisi, dan mental baja. Namun beberapa turnamen terakhir membuat publik bertanya-tanya, apakah kejayaan itu sudah berakhir?
Saat menghadapi Slovakia, tekanan itu seperti ikut masuk ke lapangan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Para pemain Jerman tampil seolah ingin memperlihatkan sesuatu yang lebih dari sekadar tiga poin.
Gol demi gol lahir seperti ledakan emosi yang lama terpendam. Sane berlari dengan mata yang menyiratkan tekad. Gnabry merayakan golnya dengan genggaman tangan yang keras, seperti ingin mengatakan: “Kami belum selesai.” Dan ketika nama Ouedraogo—pemain muda—mencatatkan golnya, terasa ada harapan baru yang disampaikan sepak bola Jerman: masa depan sedang tumbuh, dan tumbuh dengan kuat.
Kemenangan 6–0 bukan hanya skor. Itu adalah pembebasan. Belanda selalu romantis dalam sepak bola. Mereka membangun permainan dengan indah, menyerang dengan lagu, dan bertahan dengan sabar. Namun mereka juga sering tersandung oleh harapan yang terlalu besar.
Melawan Lithuania, Belanda tampil seperti tim yang telah berdamai dengan masa lalunya. Mereka tidak mencolok, tidak meledak-ledak, tapi mantap dan tenang. Reijnders membuka skor dengan ketenangan seorang pemain yang tahu apa yang dia lakukan. Simons dan Gakpo bermain seolah mengerti bahwa masa depan Oranje ada di kaki mereka.
Empat gol tidak terdengar spektakuler bagi sebagian orang, tetapi bagi para pendukung Belanda, kemenangan itu terasa seperti langkah kecil menuju sesuatu yang lebih besar—sebuah tim yang akhirnya stabil setelah bertahun-tahun mencari bentuk.
Saat papan skor final terpampang, ada rasa lega. Bukan hanya bagi para pemain, tapi bagi jutaan orang yang mempercayai bahwa sepak bola lebih dari sekadar permainan. Jerman dan Belanda kini masuk dalam daftar 34 negara yang akan tampil di Piala Dunia 2026, tapi perjalanan mereka menuju Amerika Utara lebih dari sekadar klasifikasi angka.
Ini adalah perjalanan tentang: Merasakan jatuh, menyusun kembali kepercayaan diri, dan bangkit dengan cerita yang lebih lengkap dari sebelumnya.
Ketika nanti dua tim ini berdiri di panggung pembukaan Piala Dunia 2026, mereka tidak hanya membawa strategi dan taktik. Mereka membawa cerita—tentang tekanan yang menjadi kekuatan, tentang kritik yang menjadi bensin, dan tentang luka yang disembuhkan oleh keyakinan.
Jerman dan Belanda bukan hanya lolos. Mereka pulih, dan mungkin, itu yang membuat langkah mereka menuju Piala Dunia terasa lebih bermakna dari sebelumnya. (*)


Komentar