Editorial Ekonomi Pemerintahan
Beranda / Pemerintahan / EDITORIAL | 30% Dana Desa Digadaikan untuk KDMP: Antara Harapan dan Moral Hazard‎

EDITORIAL | 30% Dana Desa Digadaikan untuk KDMP: Antara Harapan dan Moral Hazard‎

KOP MP

ROBANTV.CO.ID | BATANG – Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) digagas sebagai mesin baru ekonomi desa: memperpendek rantai distribusi, memperkuat posisi petani dan UMKM, serta membuka akses pasar melalui unit usaha terpadu mulai dari sembako, logistik, hingga pengolahan hasil pertanian. Secara konsep, koperasi ini mencoba menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam ekonomi desa yang selama ini dikuasai tengkulak dan pasar yang tidak berpihak pada produsen kecil.

‎Manfaatnya jelas. Petani mendapatkan harga lebih baik, UMKM memperoleh fasilitas produksi, dan desa memiliki lembaga ekonomi yang mampu menjaga stabilitas kebutuhan pokok. Bila dikelola dengan benar, koperasi dapat menjadi pusat kreativitas sekaligus motor pertumbuhan.

‎Namun sejarah koperasi di Indonesia mengingatkan pentingnya kehati-hatian. Banyak koperasi runtuh bukan karena kekurangan modal, melainkan karena lemahnya tata kelola, minimnya akuntabilitas, dan kedekatan yang berlebihan dengan politik desa.

‎Risiko itu kini membesar ketika pemerintah membuka ruang penggunaan hingga 30% Dana Desa (DD) sebagai jaminan terakhir pinjaman koperasi ke bank. Skema ini memang mempercepat akses modal, tetapi sekaligus membuka peluang overspending, penyalahgunaan anggaran, dan koperasi berubah menjadi instrumen kekuasaan, bukan organisasi milik anggota.

‎Pada titik inilah moral hazard mengintai: ketika pengurus koperasi merasa memiliki “payung aman” berupa Dana Desa, maka kehati-hatian pengelolaan dapat melemah, karna jika cicilan macet, Dana Desa yang harus menanggung. Konsekuensinya, desa bisa kehilangan ruang fiskal untuk kebutuhan dasar seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan keadaan mendesak lainya.

‎Meski demikian, penggunaan 30% DD tetap memiliki potensi besar untuk mendorong kemajuan desa. Syaratnya tegas: pengawasan independen, laporan terbuka, pembatasan jenis penggunaan dana, pemisahan total dari kepentingan politik, serta penerapan uji coba bertahap sebelum dilaksanakan secara nasional. Tanpa pagar pengaman yang kuat, kebijakan besar justru berisiko menghasilkan masalah yang sama besarnya.

‎Masa depan KDMP bergantung pada satu pertanyaan mendasar: apakah desa mampu menjaga koperasi tetap menjadi milik masyarakat, bukan elite, dan menjadi alat pemberdayaan, bukan alat kontrol? Jika tata kelola diperkuat dan pemanfaatan DD diawasi ketat, koperasi ini bisa menjadi lompatan besar bagi ekonomi desa. Karena jika tidak, maka desa hanya akan mengulang kesalahan lama dan kali ini dengan taruhan 30%. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Profil | Redaksi | Pedoman Media Siber | Perlindungan Profesi Wartawan | Kode Etik Jurnalistik | Kebijakan Privasi