Editorial Opini RobanTV
Beranda / RobanTV / OTT Mandul Satu Arah: Penerima Diborgol, Pemberi Menghilang‎

OTT Mandul Satu Arah: Penerima Diborgol, Pemberi Menghilang‎

20251128

Robantv.co.id | Batang – Operasi Tangkap Tangan (OTT) selalu datang dengan gemuruh kamera dan narasi heroik. Sosok yang dituduh sebagai penerima suap digiring seraya tangan membeku dalam borgol, sementara publik disuguhi cerita bahwa hukum sedang bekerja. Namun, dibalik drama itu, ada lubang besar yang seperti dibiarkan tetap menganga.

‎Dalam praktik kehidupan birokrasi kita, transparansi sering dianggap momok menakutkan. Ada kecenderungan ketika berhadapan dengan wartawan atau LSM: oknum pejabat lebih cepat tangan merogoh saku ketimbang membuka data. Disituasi seperti ini, terjadilah tawar-menawar yang sebetulnua menempatkan kedua pihak sebagai pelaku dalam pusaran masalah. Tetapi anehnya, hanya satu pihak yang selalu diperlakukan sebagai pesakitan utama.

‎Bukan rahasia lagi, suap dan pemerasan adalah rel kereta yang berjalan dua arah. Tak mungkin ada penerima tanpa pemberi. Begitu uang berpindah tangan, keduanya sama-sama sedang memperkuat lingkaran setan korupsi. Namun, narasi hukum sering hanya berhenti pada ujung yang lebih mudah dijangkau kamera: si penerima.

‎Contoh kasus pernah terjadi disalah satu daerah di Jawa Tengah: seorang pejabat publik yang menaungi beberapa desa, diproses karena diduga menerima uang dari peserta seleksi jabatan. Polisi memamerkan barang bukti puluhan juta rupiah. Sang penerima langsung ditetapkan sebagai tersangka. Status hukum jelas, citra diri tercoreng. Namun satu pertanyaan tak pernah sungguh-sungguh dikejar: siapa yang menyerahkan uang itu? Peserta seleksi? Perantara? Atau ada aktor lain yang lebih tersembunyi?

‎Jika pemberi selalu diposisikan sebagai “korban keadaan”, maka pesan yang tersampaikan ke publik jadi sangat berbahaya: asal ada rasa takut, asal ada alasan tertekan, menyuap menjadi boleh-boleh saja. Itulah yang memelihara budaya kompromi: “Kalau mau urusan mulus, ya harus ada fulus hamid mbo“.

‎Padahal hukum ini tak dibuat berat sebelah. Regulasi jelas menyebut bahwa memberi dan menerima suap sama-sama merupakan tindak pidana. Keduanya adalah perusak moral publik.

‎OTT tidak boleh tumbuh menjadi tontonan yang hanya menakutkan satu pihak. Keadilan tidak boleh berhenti pada tangan yang menerima, sementara tangan yang memberi luput dari borgol.

‎Negeri ini membutuhkan penegakan hukum yang lengkap jalurnya. Karena selama pemberi suap terus dianggap menghilang dalam bayang-bayang, kita sesungguhnya hanya memenjarakan separuh kejahatan. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Profil | Redaksi | Pedoman Media Siber | Perlindungan Profesi Wartawan | Kode Etik Jurnalistik | Kebijakan Privasi