Politik RobanTV
Beranda / RobanTV / Deretan Respons Parpol atas Gugatan “Rakyat Bisa Pecat DPR”: Antara Pembaruan Demokrasi dan Kehawatiran

Deretan Respons Parpol atas Gugatan “Rakyat Bisa Pecat DPR”: Antara Pembaruan Demokrasi dan Kehawatiran

IMG 20251123 020017

Robantv.co.id | Batang – Gugatan sekelompok mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar rakyat diberi kewenangan langsung untuk memecat anggota DPR memicu reaksi beragam dari hampir seluruh partai politik di Senayan. Wacana perubahan mekanisme “recall” ini bukan hanya menantang struktur politik yang telah mapan, tetapi juga menyentuh jantung relasi antara rakyat, partai politik, dan para wakilnya. Dirangkum dari laman lawjustice.co – riau24.com – mevin.id begini respon beberapa partai politik.

Gerindra: Dinamika Demokrasi yang Perlu Dihormati

Gerindra menjadi salah satu partai pertama yang merespons gugatan tersebut. Bob Hasan, salah satu pimpinan di Baleg DPR, menyebut gugatan mahasiswa ini sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang sehat.

Menurut Gerindra, meskipun anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat, secara hukum mereka tetap terikat oleh partai politik sebagaimana diatur dalam UU MD3. Bob menegaskan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya pengujian konstitusional pada MK, sembari menekankan bahwa aturan yang berlaku saat ini masih sesuai dengan sistem perwakilan yang dianut Indonesia.

PAN: Evaluasi Tetap Lewat Partai dan Pemilu

Dari kubu PAN, Eddy Soeparno menegaskan bahwa mekanisme evaluasi anggota DPR sudah tersedia: melalui partai politik dan pemilu lima tahunan.

PAN memandang bahwa pemecatan langsung oleh rakyat tidak selaras dengan sistem perwakilan Indonesia, yang menempatkan anggota DPR sebagai representasi partai. Meski begitu, PAN tetap menghormati aspirasi publik yang dituangkan melalui gugatan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk perhatian rakyat terhadap kualitas parlemen.

Krisis Internal Memanas, Syuriyah Ultimatum Gus Yahya Mundur dari Kursi Ketua PBNU

Golkar: Ranahnya Pembentuk UU, Bukan MK

Respons Golkar lebih menekankan aspek legal. Soedeson Tandra dari Komisi III DPR menyatakan bahwa mekanisme pemecatan anggota DPR merupakan “open legal policy”, sehingga menjadi ranah pembentuk undang-undang, bukan MK.

Ia mempersilakan publik menggugat bila menilai aturan saat ini belum ideal, tetapi menilai bahwa UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi sehingga tidak perlu dibatalkan. Golkar menganggap jalur legislatif lebih tepat untuk membahas perubahan mendasar seperti pemberhentian anggota DPR oleh rakyat.

PDIP: Waspadai Potensi Kekacauan

PDIP menyoroti implikasi sosial-politik dari wacana ini. Sejumlah politisinya, seperti Aria Bima dan Darmadi Durianto, menilai mekanisme pemecatan langsung oleh rakyat justru berpotensi menimbulkan chaos politik atau konflik horizontal.

Menurut PDIP, ruang evaluasi rakyat tetap tersedia melalui pemilu. Bagi mereka, membuka pintu “recall” langsung oleh publik dapat menciptakan instabilitas dan tumpang tindih kewenangan antara partai politik dan konstituen.

PKB: Hormati Aspirasi, Tunggu Putusan MK

PKB, melalui Ketua Umum Muhaimin Iskandar, mengambil posisi moderat: menghormati aspirasi publik namun memilih menunggu putusan MK.

Cek BSU BPJS Ketenagakerjaan Lewat JMO dan Situs Resmi, Begini Cara Mengetahui Namamu Terdaftar‎

Cak Imin menyebut aspirasi seperti ini wajar di dalam demokrasi, namun ia mengingatkan bahwa perubahan mekanisme pemecatan harus dilakukan secara tertib agar tidak mengarah pada anarki politik.

Demokrat: Setuju Secara Prinsip, Asal Tepat Sasaran

Partai Demokrat justru menyuarakan dukungan prinsipil. Dede Yusuf menyatakan bahwa ide rakyat bisa memecat wakilnya adalah logis — selama dilakukan oleh konstituen dalam dapil yang sama, bukan sembarang warga negara.

Bagi Demokrat, wacana ini dapat menjadi koreksi untuk meningkatkan akuntabilitas anggota DPR, asalkan mekanisme dan batasannya dirancang dengan tepat.

Dinamika Besar: Antara Akuntabilitas dan Stabilitas

Beragamnya respons partai menunjukkan betapa sensitifnya wacana pemecatan langsung oleh rakyat.

  • Pihak yang berhati-hati (PDIP, PAN, Golkar) menilai bahwa demokrasi perlu stabil, dan recall langsung berpotensi mengganggu sistem representasi.
  • Pihak yang lentur (Gerindra, PKB) menghormati gugatan dan menyerahkan penilaian pada MK.
  • Pihak yang lebih progresif (Demokrat) melihat peluang untuk memperkuat akuntabilitas DPR.

Pada akhirnya, gugatan ini bukan hanya soal mekanisme hukum, tetapi soal sejauh mana rakyat memiliki “kendali langsung” atas para wakil yang mereka pilih. MK kini memegang peran penting: apakah sistem perwakilan di Indonesia akan tetap seperti sekarang, atau membuka ruang baru bagi kontrol publik yang lebih kuat. (*)

Persebaya Terhindar dari Kekalahan, Arema Pulang dengan Poin: Derby Jatim di GBT Berakhir 1–1

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Profil | Redaksi | Pedoman Media Siber | Perlindungan Profesi Wartawan | Kode Etik Jurnalistik | Kebijakan Privasi