robantv.co.idIPemalang — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pemalang memberikan perhatian serius terhadap nama DY, seorang pengusaha yang diduga kuat terlibat dalam perkara dugaan penipuan bermodus cek kosong yang dilaporkan oleh Dr. Nur Aisyah, S.H., M.Kn., notaris asal Kabupaten Batang.
Dalam sidang yang digelar pada Senin (10/11/2025), dengan terdakwa J, pada agenda mendengarkan keterangan saksi korban, majelis hakim menyoroti fakta baru yang muncul dari kesaksian di bawah sumpah yang disampaikan langsung oleh Aisyah.
Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Bili Abi Putra, S.H., M.H., dengan dua hakim anggota, Pipit Christa Anggraeni Sekewael, S.H., dan Andy Effendi Rusdi, S.H.
Hakim Ketua: Jaksa Diminta Koordinasi, Kasus Perlu Jadi Atensi Publik
Dalam sidang terbuka untuk umum itu, Hakim Ketua Bili Abi Putra memberikan petunjuk kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar segera berkoordinasi dengan penyidik Polres Pemalang terkait dugaan keterlibatan DY, yang hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.
“Hakim Ketua memberikan penekanan agar Jaksa segera berkoordinasi dengan penyidik kepolisian, karena dari fakta persidangan nama DY berkali-kali disebut oleh saksi korban, dan keterlibatannya perlu didalami lebih lanjut,” ujar Huseinda Kusuma, S.H., M.H., kuasa hukum Aisyah dari Master Justice Law Office, seusai persidangan.
Lebih lanjut, Hakim Ketua Majelis juga menyampaikan agar kasus ini dapat diviralkan, sehingga menjadi atensi publik dan mendorong aparat penegak hukum bekerja lebih transparan dan profesional.
“Hakim Ketua Bili Abi Putra secara tegas menyampaikan bahwa kasus ini sebaiknya diviralkan agar menjadi perhatian masyarakat dan aparat penegak hukum,” lanjut Huseinda.
DY Banyak Disebut di Persidangan
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Aisyah menegaskan bahwa laporan polisi yang ia buat sejak awal ditujukan kepada DY, bukan kepada J — terdakwa yang kini tengah diadili.
Ia menceritakan kronologi awal ketika dirinya dan almarhum suaminya — Kasat Binmas Polres Tegal Kota pada tahun 2023 — dikenalkan kepada DY oleh J.
DY menawarkan kerja sama proyek pembebasan lahan dan urugan tanah di wilayah Pemalang. Namun, arah pembicaraan berubah menjadi permintaan pinjaman dana untuk biaya survei elektabilitas pencalonan DY sebagai Bupati Pemalang.
Sebagai jaminan, DY memberikan cek Bank BCA senilai Rp350 juta, yang kemudian terbukti tidak dapat dicairkan (cek kosong).
Akibat peristiwa itu, Aisyah mengalami kerugian sekitar Rp100 juta yang telah dibuktikan melalui bukti transfer dan dokumen keuangan.
“Saya tegaskan di depan hakim bahwa sejak awal saya melaporkan DY, bukan J. Karena DY-lah yang mengeluarkan cek kosong itu,” ungkap Aisyah dengan suara bergetar.
Petunjuk Hakim Jadi Dasar Surat Resmi ke Kejari Pemalang
Menanggapi perkembangan di persidangan, Huseinda Kusuma menyatakan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat resmi kepada Kejaksaan Negeri Pemalang untuk menindaklanjuti petunjuk dari Majelis Hakim, khususnya Hakim Ketua.
“Kami akan segera bersurat ke Kejari Pemalang agar fakta-fakta persidangan dan arahan hakim dapat ditindaklanjuti melalui koordinasi antara Jaksa dan pihak kepolisian,” jelasnya.
Menurut Huseinda, dari perspektif hukum acara pidana, arahan yang disampaikan oleh majelis hakim atas alat bukti keterangan saksi di bawah sumpah memiliki bobot penting sebagai petunjuk yuridis yang wajib ditindaklanjuti oleh penuntut umum.
Hal ini termasuk ketika ditemukan fakta baru di persidangan yang menunjukkan adanya pelaku lain.
“Koordinasi antara Jaksa Penuntut Umum dan penyidik Polres Pemalang merupakan konsekuensi hukum yang tidak dapat diabaikan, guna memastikan seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya secara proporsional,” papar Huseinda.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa munculnya nama DY sebagai pihak yang menerbitkan dan menyerahkan cek kosong kepada korban dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang memenuhi unsur penyertaan (medepleger) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, karena terdapat hubungan kausal antara tindakan DY dan perbuatan perantara yang kini menjadi terdakwa.
“Fakta bahwa DY memperoleh manfaat langsung dari hasil penipuan tersebut memperkuat posisinya sebagai intellectual dader atau pelaku utama dalam tindak pidana.
Atau setidak-tidaknya, DY dapat dijerat dengan Pasal 56 KUHP, sebagai pihak yang sengaja memberi kesempatan atau sarana bagi dilakukannya tindak pidana,” terang Huseinda.
Oleh sebab itu, menurutnya, langkah majelis hakim yang meminta koordinasi lintas aparat sekaligus mendorong publikasi kasus adalah wujud nyata penerapan prinsip due process of law — yang menempatkan pencarian kebenaran materiil di atas formalitas prosedural.
“Hakim memang tidak memiliki kewenangan menetapkan tersangka baru secara langsung, namun hakim berwenang memberikan rekomendasi atau perintah kepada penuntut umum agar menindaklanjuti fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan,” tambahnya. (Hamdi/red)


Komentar