ROBANTV.CO.ID | BATANG – Revisi KUHAP seharusnya menjadi momentum memperbaiki wajah penegakan hukum di Indonesia. Namun draf RUU yang kini digodok pemerintah dan DPR justru mengarah ke kekhawatiran lama yang belum pernah benar-benar diselesaikan: perluasan kewenangan kepolisian tanpa pengawasan yang memadai.
Ketika publik menuntut akuntabilitas, rancangan ini malah menawarkan ruang gerak yang lebih besar bagi aparat. Inilah yang membuat banyak pihak khawatir bahwa revisi KUHAP sedang bergerak ke arah yang salah.
Kewenangan bertambah, pengawasan tidak mengikuti. Beberapa ketentuan dalam draf memperluas teknik penyelidikan, mulai dari penyamaran hingga operasi terselubung. Tidak ada yang salah dengan penggunaan metode itu, selama pengawasan diperkuat. Masalahnya, penambahan kewenangan ini tidak dibarengi dengan mekanisme kontrol yang jelas dan tegas.
Dalam kondisi penegakan hukum yang kerap diwarnai impunitas, memberikan alat investigasi yang lebih dalam tanpa pengaman adalah risiko besar. Kita sedang membicarakan kewenangan yang berpotensi memengaruhi kebebasan warga, bukan sekadar aturan administrasi.
Reformasi Polisi Belum Tuntas, Mengapa Justru Diperluas?
Setiap tahun, laporan mengenai penyalahgunaan wewenang oleh aparat masih muncul. Mulai dari penyiksaan dalam penyidikan, kriminalisasi warga, hingga kasus penahanan yang tidak proporsional. Alih-alih memperketat batas-batas kekuasaan, RUU KUHAP tampak mengirim pesan berbeda: mempercayakan lebih banyak kewenangan kepada institusi yang masih punya pekerjaan rumah besar dalam soal akuntabilitas. Reformasi kepolisian belum selesai. Dan RUU ini tampaknya tidak mempertimbangkannya.
Bahaya “Pasal Longgar” dalam Sistem Hukum yang Belum Stabil. Dalam draf RUU, sejumlah frasa hukum masih terlalu luas dan multitafsir. Di negara dengan rekam jejak pelaksanaan hukum yang masih rapuh, pasal multitafsir adalah pintu masuk penyalahgunaan. Mereka yang dirugikan bukan institusi, melainkan warga biasa yang berhadapan dengan proses pidana.
Kita tidak membutuhkan KUHAP yang membuka ruang interpretasi lebar. Yang kita perlukan adalah aturan tegas yang membatasi apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan aparat.
DPR dan Pemerintah harus ingat: KUHAP bukan untuk melayani kepentingan aparat. Argumentasi bahwa RUU tidak memberikan kewenangan tambahan tidak cukup. Yang publik butuhkan adalah bukti nyata bahwa revisi KUHAP memperkuat perlindungan warga, bukan sekadar memodernisasi metode aparat.
KUHAP adalah pagar utama bagi hak asasi manusia dalam proses pidana. Jika pagar itu diperlonggar, dampaknya bisa panjang dan merusak.
Saatnya membahas ulang dengan serius. RUU KUHAP tidak boleh hanya menjadi proyek legislasi tahunan. Ini adalah pondasi sistem peradilan pidana. Pemerintah dan DPR harus membuka lebih banyak ruang diskusi publik, mendalami masukan pakar, dan mempertimbangkan ulang pasal-pasal yang berpotensi memperlebar kekuasaan tanpa pengawasan.
Kita tidak menolak upaya modernisasi, tetapi modernisasi tanpa akuntabilitas hanyalah resep menuju negara dengan polisi superpower, kondisi yang jelas tidak diinginkan siapa pun.
Penulis : Aris Apriadi
Pimpinan Redaksi


Komentar