ROBANTV.CO.ID | BATANG – Ditengah maraknya organisasi advokat yang bermunculan, Ketua DPC Peradi Kabupaten Batang, Eko Yustitianto Kurniawan, menyuarakan kegelisahan yang tak bisa lagi ia pendam. Bukan tanpa alasan, nama Peradi Karisma yang muncul di masyarakat dinilainya menimbulkan tanda tanya besar, mulai dari legalitas hingga kompetensi para pihak yang menggunakannya.
Dalam percakapannya, EYK terlihat sangat berhati-hati namun tegas. Baginya, nama “Peradi” bukan sekadar label. Ia adalah identitas organisasi advokat yang lahir dari amanat undang-undang.
“Saya hanya menjawab keresahan masyarakat yang mempertanyakan apakah Peradi Karisma bagian dari DPC Peradi Batang, sudah menyelenggarakan PKPA apa belum, kemudian apa anggotanya sudah disumpah sebagai advokat? dan apakah sudah pernah menyelenggarakan ujian profesi advokat?,” ujarnya.
EYK lalu menyinggung dinamika lama yang masih meninggalkan jejak hingga kini, perpecahan besar yang pernah terjadi di tubuh advokat Indonesia. Dimasa itu, beberapa tokoh kemudian memilih jalan masing-masing, hingga lahirlah Peradi pimpinan Otto Hasibuan serta Rumah Bersama Advokat (RBA).
Namun yang membuat EYK heran, kini semakin banyak entitas baru yang memakai nama mirip atau menempel pada reputasi Peradi.
“Saya nggak tahu, di luar sana ada juga yang memakai nama-nama lain di luar tiga organisasi besar itu,” katanya.
Bagi EYK, ada hal mendasar yang harus dipahami publik dan para calon advokat: Peradi bukan organisasi biasa. Ia adalah state organ, bagian dari sistem negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat.
“Kami bukan ormas. Kami organ negara. Jadi kami tidak perlu izin ini-itu dari Kemenkumham. Undang-undang sudah mengatur. Kalau ada yang memakai nama Peradi tapi tidak terdaftar dan tidak pernah berhubungan dengan DPC, ya itu jadi masalah.” Tegasnya.
Dibalik kritiknya, EYK tetap menyuarakan harapan besar: advokat Indonesia harus tumbuh lebih banyak, tetapi juga lebih berkualitas.
Ia menyoroti pentingnya PKPA, uji profesi, pengambilan sumpah, hingga keberadaan dewan kode etik, sebagai fondasi utama dalam membentuk seorang advokat yang profesional.
“Advokat itu hadir untuk membantu masyarakat, bukan membuat mereka makin bingung. Ada yang mengaku advokat, tapi tidak bisa beracara di pengadilan. Itu kan kasihan bagi pencari keadilan.”
EYK menutup dengan sebuah klarifikasi yang terasa seperti garis tebal terakhir dari pernyataannya.
“Kalau yang dimaksud Peradi Karisma itu adalah Perhimpunan Advokat Indonesia, maka tidak pernah ada perwakilan atau anggotanya yang datang ke DPC Batang.”
Pernyataan itu seolah menjadi penanda: di tengah ramainya klaim organisasi advokat, EYK ingin publik tetap mendapatkan kepastian, bahwa profesi penegak keadilan membutuhkan kejelasan, legalitas, dan integritas, bukan sekadar nama. (*)


Komentar