robantv.co.id I Batang—Suasana malam di sebuah perumahan elit Kabupaten Batang, Jawa Tengah, tampak tak biasa. Lampu-lampu halaman menyala terang, seolah menyambut kedatangan tamu istimewa. Dari kejauhan, suara mesin mobil terdengar mendekat. Sebuah Toyota Hiace berplat B, dengan kaca gelap dan gaya elegan, perlahan memasuki area komplek, memecah kesunyian malam.
Di depan salah satu rumah berarsitektur modern minimalis, sekelompok orang telah menunggu. Mereka datang dari dua wilayah: Batang dan Pekalongan. Sebagian mengenakan pakaian organisasi, sisanya tampil santai namun rapi, menandakan antusiasme yang telah dipersiapkan sebelumnya. Ada harapan yang menggantung di udara. Ada agenda besar yang hendak dibicarakan.
Begitu mobil berhenti, pintunya terbuka dan sosok yang ditunggu pun muncul—Vicky Prasetyo, sang artis yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Solidarity Squad. Dengan pakaian hitam berkerah, ia terlihat simpel namun menonjol, didampingi jajaran pengurus dari tingkat pusat hingga provinsi. Aura kehadirannya cukup kuat untuk membuat suasana malam berubah total.
Para pengurus segera mengajak rombongan memasuki rumah tersebut. Interiornya luas, pencahayaan hangat, sofa tersusun rapi, menciptakan ruang diskusi yang terasa nyaman. Tanpa banyak jeda, semua duduk melingkar, memulai pembicaraan yang sudah dinanti.
Ketua DPW Solidarity Squad Jawa Tengah, Ahmad Saiful, memulai pertemuan. Dengan suara hati-hati namun tegas, ia memperkenalkan struktur organisasi yang hadir malam itu—Ketua, Sekretaris, Bendahara—representasi lengkap Batang dan Pekalongan. Ia pun menjelaskan arah gerak Solidarity Squad di Jawa Tengah, terutama kegiatan sosial yang sedang disiapkan dalam waktu dekat.
“Kami berkumpul di sini mencakup Ketua, Sekretaris, Bendahara. Sudah mewakili Batang dan Pekalongan,” ujarnya membuka diskusi.
Saiful memaparkan rencana aksi sosial bertema Disabilitas yang akan digelar medio Desember 2025. Kegiatan itu bukan sekadar seremoni; ia direncanakan menyentuh sektor kesehatan, pendampingan, hingga pemberdayaan untuk difabel. Program tersebut diharapkan menjadi langkah awal bagi organisasi ini untuk hadir di tengah problem nyata masyarakat.
“Kami berharap kegiatan ini dapat menghadirkan jajaran DPP. Kehadirannya tentu menjadi dorongan moral yang besar,” sambung Saiful.
Menanggapi harapan tersebut, Vicky tersenyum. Nada suaranya santai namun penuh penegasan.
“Kita usahakan dari DPP bisa hadir. Tim yang saya bawa sudah komplit. Ada sekjen, bendahara, ketua harian, dan divisi media,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Vicky menekankan bahwa Solidarity Squad tidak memiliki afiliasi dengan partai politik. Organisasi ini memilih jalur netral, merangkul semua golongan, menghindari sekat ideologi. Ia menjelaskan bahwa gerakan sosial tidak boleh terbatasi kepentingan politis.
“Kehadiran kita harus berbeda dengan ormas biasanya. Kita fokus sosial, kolaboratif. Kita gandeng NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lain,” tuturnya.
Selain itu, ia menggarisbawahi bahwa organisasi ini akan membangun koneksi kuat dengan UMKM dan pelaku usaha. Bagi Vicky, penguatan logistik adalah kunci agar gerakan sosial tidak hanya besuara, tetapi juga berdampak.
“Kita pastikan Jawa Tengah logistiknya terpenuhi. Kita juga akan mendukung UMKM dan pelaku usaha. Semua harus bergerak bersama,” tambahnya.
Suasana diskusi mengalir hangat. Terkadang serius, membahas struktur internal, perizinan kegiatan, hingga strategi publikasi. Namun sesekali gelak tawa muncul, mencairkan suasana. Di tengah kompleksitas organisasi, ada rasa kekeluargaan yang hadir begitu alami.
Dalam kesempatan itu, Vicky tidak datang sendiri. Ia mengajak beberapa rekan artis, termasuk seorang vokalis band ternama dan Okie Agustina, figur publik yang akrab di dunia hiburan. Kehadiran mereka menciptakan magnet tersendiri, memperkuat citra bahwa organisasi ini siap bersinergi lintas sektor—hiburan, sosial, hingga ekonomi kreatif.
Diskusi yang berlangsung kurang dari satu jam itu memberikan dampak emosional tersendiri bagi para peserta. Beberapa terlihat mencatat serius, sebagian lain mencoba menyerap setiap kalimat yang keluar dari pimpinan. Ada semangat baru yang membara, seolah malam itu menjadi langkah awal yang menentukan.
Menjelang larut, sesi diskusi ditutup dengan foto bersama. Yel-yel Solidarity Squad menggema, mengisi ruang malam yang sudah sepi. Raut wajah pengurus terlihat puas, seolah agenda panjang telah menemukan pijakan yang kokoh.
Tak lama, rombongan kembali menuju mobil. Lampu kabin menyala sesaat sebelum Hiace itu perlahan melaju keluar komplek perumahan. Di balik kaca, senyum masih terlihat, menjadi tanda bahwa kerja sosial tak selesai malam itu—ia justru baru dimulai.
Di halaman rumah, para pengurus daerah masih berdiri, menyaksikan mobil itu menghilang ke balik tikungan. Perasaan hangat mengalir. Ada harapan yang terbang tinggi di tengah udara malam yang kian dingin.
Batang mungkin kembali sunyi setelahnya, namun jejak pertemuan itu telah tertanam dalam-dalam: semangat solidaritas, kerja nyata, dan gerakan sosial yang tak berhenti pada kata-kata. (Hamdi/red)
